Menikah alias married alias bahasa Prancisnya adalah merit, hal yang sering diobrolin di usia dua puluhan, di mana-mana, dengan siapa aja. Hal yang akhir-akhir ini juga bikin sedih, tapi bahagia, tapi sedih, nggak tau deh, pokoknya nano-nano.
Waktu itu, bareng kawan-kawan sambil ngopi, kami ngobrolin tentang lamaran jaman now. Hampir semua dipertanyakan. Kenapa lamaran aja di jaman sekarang perlu dekorasi? Membandingkan gaya lamaran jaman (agak) dulu dan sekarang. Memperkirakan biaya untuk lamaran (termasuk dekorasi, seserahan, kebaya dan batik couple, kang foto, dll) dan biaya untuk acara gedenya, resepsi pernikahan. Belum lagi acara lanjutan yang biasanya ada di adat Jawa, ngunduh mantu. Sampai membayangkan lelahnya segala persiapan dan setelah pesta sehari semalam itu selesai. Anggota tertua dan termuda di dalam genk kita paling vokal ngobrolin ini. Bertukar pikiran yang sesekali nyerempet jadi debat karena keduanya mengambil peran jika mereka adalah calon manten laki-laki dan calon manten perempuan. Dua anggota lainnya nimbrung seadanya.
Aku pernah nulis tentang gimana nantinya kalau kawan-kawan dekatku ini pada menikah. Membayangkannya, rasanya akan ada banyak perubahan. As we know, fokusnya udah berbeda. Beberapa bulan setelah nongkrong hari itu...
"Haah, acaraku dimajuin tanggalnya" kata Ina sambil masih telfonan.
"Lamaran? Nikahan?" timpal Mbil.
Sambil makan burger gratisan, aku bengong. Literally.......
Kawan macam apa yang nggak ngerti kalau kawannya mau lamaran? Mau nikahan? Macam kambeeng lah memang 🐐 Kalau dipikir-pikir, Ina memang agak tertutup kalau masalah boyfriend, atau dia cerita sama kawan dia yang lain. Ya betul dia tu, ngga ada gunanya juga kalau cerita hal percintaan ke makhluk yang justru nggak punya pengalaman percintaan ini.
Mendengar kabar itu, seketika rasanya hampa. Kawan terdekat yang hampir tiap hari aku tanyain "di mana?" "di kos?" dan ngajakin entah ke mana, direpotin ini itu, dianya udah mau merit. Maaf kawan, aku juga nggak tau kenapa detik itu malah merasakan kehampaan daripada kebahagiaan.
Bora-Sunwoo's wedding. Scene penuh bawang di drakor Reply 1988. |
"Pada akhirnya satu-satu akan nikah, Nan." kalimat dari kawanku di chat whatsapp. Aku lebih mengartikannya dengan pada akhirnya, masing-masing akan punya a big step dan prioritas yang paling utama. Sebenernya, ya kita memang punya prioritas masing-masing dari dulu. Dan menikah adalah salah satu the real big step setelah bertahun-tahun kita sama-sama satu sekolah, sama-sama kuliah, sama-sama kerja, masih punya banyak kesempatan untuk nongkrong bareng sana sini, ngomongin farmasi, ngomongin gunung, ngomongin hal-hal receh dan absurd lainnya. Ini sih, menurutku. Menurutku, lho. Hal-hal yang kita serba punya waktunya, nantinya nggak segampang itu didapet, kan.
Berminggu-minggu setelah kabar lamaran itu, akhirnya kami punya waktu untuk ketemu lagi. Lagi-lagi berempat doang. "Udah siap belum, Nan?" bisik seorang kawan padaku, orang yang sama yang memberikan kalimat wejangan di chat whatsapp. "Apaan?" jawabku bingung. "Itu, Ina mau nikah." katanya. Anu... pak, yang mau nikah siapa, yang ditanya siap apa belum siapa? Ini pertanyaannya bener apa nggak sih, pak? Ya, tapi aku tau maksutnya dan hanya tersenyum. Terkadang, pertanyaan nyeleneh bin ajaib bin sulit semacam itu cukup dijawab dengan senyuman.
Malam itu di tengah hutan wisata, seperti biasa kita bertukar cerita. Bukan, bukan kita, ya mereka yang paling vokal. Sementara, makhluk yang satu ini adalah pendengar yang baik, ngomong kalau perlu dan kalau yang lain lagi berhenti ngoceh. Nggak mau menyela dan sebel kalau ada orang yang menyela 'ceramah' orang lain. Makanya, dia banyak diamnya kayak kambeeng kekenyangan 🐐 Dia vokal hanya di saat yang random dengan orang-orang tertentu (atau kalau terpaksa wkwk).
Setelah malam itu, aku jadi galau dan kepikiran... Apakah kalau kita udah pada nikah bakal bisa 'debat' kayak gini lagi? Nongkrong kayak gini lagi? Apakah masih akan saling 'merepotkan' satu sama lain? Apakah anak-anak kita nanti juga akan saling berteman seperti orang tuanya? Kemudian "Wah, ayo besanan karo aku wae jeng" oke, jadul, jadul banget.
Yang pasti, akan ada waktunya aku kangen saat-saat seperti itu. Aku seneng dengerin mereka cerita, aku seneng ngeliat mereka pada ketawa, aku seneng ketemu mereka. Bahkan hari ini, saat nulis ini... senang dan mewek (kebawa emosi, fren wkwk).
Afif, kawan yang kasih reminder bahwa pada akhirnya semua akan nikah. Ayo kita aamiin-kan fren wkwkw. Photo originally taken by Beny. |
Ina, semacam sedang pamer desain gaun pernikahan di layar hpnya. I'm totally fine she's getting married, even I'm happy at all and wish her all the best. Luv her so much. Photo originally taken by Beny. |
Enak fren, lain kali mau makan doski lagi (nggak ada menariknya kalau item putih). Thanks, Ina! |
Tidak ada komentar: