Entah sejak kapan aku jadi pencinta bubur ayam. Dulu, duluuu banget aku sama sekali nggak tertarik sama bubur ayam. Kayaknya gara-gara pernah opname di mana waktu itu dikasih menu makan nasi lembek hampir kayak bubur, pakai ayam dan sayur tapi nggak ada rasanya. Jadi males banget kalau lihat bubur dengan toping ayam. Kalau bubur yang pakai gula merah sih masih doyan.
Kalau diinget-inget, aku nyobain makan bubur ayam lagi gara-gara diajak temenku. Salah satu bubur ayam legend di Semarang. Namanya bubur ayam Parahyangan. Orang-orang biasa menyebutnya bubur ayam Erlangga, karena tempatnya di jalan Erlangga. Waktu ke sana, warungnya rame banget! Apalagi kalau hari Minggu pas lagi banyak orang pada ikutan car free day.
Nah, ada lagi nih bubur ayam yang nggak kalah legend-nya kayak bubur ayam Erlangga. Namanya bubur ayam Mang Dede.
Sebenernya, aku belum pernah nyobain, sih hehehe. Pertama kali lihat bubur ayam yang satu ini di whatsapp story temen. Widiiih, dari penampilannya aja bikin ngulu idu. Ayam suwirnya buseeet, melimpah ruah fren! Tapi sayang banget, udah lama semenjak lihat whatsapp story itu aku belum sempet nyobain.
![]() |
Di depan Indomaret Mrican saat hujan mulai reda. |
Hari ini Semarang hawanya sejuk. Aku akan mengeksekusi kegiatan yang udah aku rencanakan kemarin malam. Apa kegiatannya? Betul sekali, beli bubur ayam. Berdasarkan aplikasi perkiraan cuaca hari ini, langit Semarang akan mendung sekitar jam 12 siang dan akan hujan sekitar jam 1 siang. Oke, jam setengah 9 aku mulai berangkat naik motor menuju lokasi bubur ayam mang Dede. Jarak dari tempat tinggal menuju lokasi adalah hampir 8 km. Wow, lumayan ya fren wkwkw. Perjalanan lancar tanpa hambatan, bebas macet. Tapi waktu sampai daerah Mrican, mak byurrr! Hujan deras tiba-tiba mengguyur bumi.
Oalah yuuu yu, rak nggowo jas udan
batinku. Masih beberapa meter lagi buat bisa meneduh di Indomaret, jadi harus rela bagian depan jaket basah kuyup. Heran, ada sinar matahari kok tiba-tiba hujan deras. Bener kata mbah Tejo, semesta memang kadang senang bercanda. Untungnya, nggak berapa lama hujan reda. Rasanya udah khawatir nggak kebagian bubur ayam, hahaha. Aku melanjutkan perjalanan kembali.
Akhirnya sampai di jalan Sompok, Lamper Kidul. Lokasi mang Dede jualan bubur ayam ini persis di pinggir jalan menggunakan gerobak warna hijau. Pelanggan ramai sekali walaupun masih dijatuhi rintik hujan. Ada yang makan di tempat, ada yang di bawa pulang aja. Mang Dede jualan setiap jam 08.00 sampai 12.00 WIB. Bakal habis lebih cepat dari jam buka kalau pelanggan membludak. Makanya, aku berangkat agak pagi supaya nggak kehabisan, hehe.
Sambil mengantri, sambil melihat apa aja yang dimasukkan mang Dede ke piring saji. Waktu satu porsi bubur ayam siap disajikan, aku terkaget, terheran-heran. Ternyata apa yang aku lihat di whatsapp story temenku itu beneran, fren. Satu porsi itu banyaaak banget. Dari buburnya sendiri banyak, begitupun topingnya yang menggunung! Udah bingung duluan gimana cara makannya 😅
Jadi, kayak gini penampakan bubur ayam mang Dede ini...
![]() |
Penampakan tidak dengan flash. |
![]() |
Penampakan dengan flash. |
Huaaa hahaha. Lihatlah, fren! 😁 Jujur nih, jujuuur banget. Aku baru kali ini lihat bubur ayam dengan porsi sebesar ini dengan isian yang melimpah. Kuah dan sambelnya pun masing-masing dapat dua. Ini kayaknya bukan bubur ayam deh, tapi ayam bubur! FYI, ini aku pesan setengah porsi, loh. Setengah porsi harganya Rp 16.000, sedangkan satu porsi harganya Rp 18.000. Setengah porsi dapat sebanyak ini, apalagi satu porsi?
Aku mencoba satu suapan bubur tanpa kuah dan selanjutnya bubur dengan kuahnya. Hmm menurutku, dari buburnya aja rasanya beda dengan bubur biasanya. Semakin penasaran ingin menyantap semua bubur dan isiannya, semakin dilema aku dibuatnya. Sebagai penganut aliran bubur nggak diaduk, aku menyadari bahwa... kayaknya nggak bisa deh, kalau nggak diaduk.
Memikirkan gimana cara mengaduknya...
A few years later...
Oke, demi keselamatan suwiran ayam dan kawan-kawannya supaya nggak jatuh dan terbuang sia-sia, aku akhirnya mengambil mangkok dan memindahkan bubur beserta isiannya. Sekali lagi, sebagai penganut aliran bubur nggak diaduk, dengan berat hati semua yang ada di mangkok ini aku lebur jadi satu.
![]() |
Ini masih sama porsinya, fren. Mangkoknya aja yang besar. Menurutku kalau dimasukkan ke mangkok gambar ayam jago pun akan terlihat menggunung. Aduh, pokoknya banyak banget porsinya. Kalau beli satu porsi, mungkin bisa dimakan untuk berdua. Hehe. Jadi ini kuah udah masuk, sambal udah masuk, isian pun semua udah masuk. Setelah mencoba satu suapan bubur ayam yang diaduk ini...
Lah, kok enak??
Rasanya seketika berbeda dengan suapan pertama dan kedua sebelumnya yang hanya pakai kuah. Ada benarnya juga temenku bilang, bubur kalau nggak diaduk itu nanti rasanya pun nggak homogen. Oke lah, bisa diterima. Dari suwiran ayam, tahu yang dibumbu manis, kacang kedelai, suwiran daging (sepertinya daging sapi) yang juga berbumbu, daun seledri, bawang goreng, kuah kaldu, sambal hingga kecap. Semuanya seolah bergandengan tangan menguatkan cita rasa bubur ayam mang Dede ini. Daebak!
Homogen, anak kimia bilang adalah campuran dengan komposisi dan penampilan seragam.
Setelah sempat diguyur hujan, mengantri, pergi dan pulang sekitar 16 km, dari jaket depan basah dan kering setengah saat sampai rumah, hingga rela mengaduk bubur ayam. Rasanya terbayarkan. Dari segi harga, porsi dan rasa, ini worth it. Bubur ayam mang Dede wajib dicoba! By the way, aku nulis blog bubur ayam ini sambil mengistirahatkan perut karena kekenyangan. Hahaha.
#Semarang #buburayam
Tidak ada komentar: